Langsung ke konten utama

Periode Sastra

SASTRA PERIODE 1933-1942

1. Lahirnya Majalah Pujangga Baru

Sejak tahun 1920 kita sudah mengenal majalah yang memuat karanagan “sastra seperti Sri Poestaka

(1919-1941). Panji Poestaka (1919-1992) Yong Soematra (1920-1926). Hinggga awal tahun 1930 an

para pengarang untuk menerbitkan majalah khusus kebudayaan dan kesastraan belum juga terlaksana

Tahun 1930 terbit Majalah Timboel (1930-193 ) mula-mula dalam bahasa Belanda kemudian pada

tahun 1932 terbit juga edisi bahasa Indonesia Sutan Takdir Ali Syahbana sebagai direktur.

Baru pada tahun 1933, Armijn Pane, Amir Hamzah dan Sutan Takdir Ali Syahbana berhasil

mendirikan Majalah kesastraan dan bahasa serta kebudayaan umum. Tahun 1935 berubah menjadi

menjadi pembawa semangat baru dalam kesastraan, seni, kebudayaan dan soal masyarakat umum”.

Kemudian tahun 1936 terjadi lagi pembahasan yaiut bnerbunyi “Pembimbing semangat baru yang

dinamis untuk membentuk kebudayaan persatuan Indonesia.”

Majalah ini terbit dengan setia meskipun bukan tanpa kesulitan berkat pengorbanan dan keuletan

Sutan Takdir Alisahbana. Kelahiran majalah Poejangga Baru yang banyak melontarkan gagsan-

gagasan baru dalam bidang kebudayaan bukan berarti tidak menimbulkan reaksi. Keberaniannya

menandakan bahasa Indonesia sekolah bahasa Melayu menimbulkan berbagai reaksi, sikap ini

menimbulkan reaksi dari para tokoh bahasa yang erat berpegang kepada kemurnian bahasa Melayu

tinggi seperti H. Agus Salim (1884-1954) Sutan Moh. Zain (tahun1887), S.M Latif yang

menggunakan nama samara Linea Recta dan lain-lain.

2. Tokoh-tokoh Poejangga Baru

Sutan Takdir Alisjahbana

Motor dan penggerak semangat gerakan Pujangga baru ialah Sutan Takdir Alisyahbana lahir di Natal

1908. Sejak tahun 1929 muncul dipanggung sejarah dengan roman berjudul Tak Putus Dirundung

Malang, roman kedua berjudul Dian Yang Tak Kunjung Padam (1932) roman ketiga berjudul Layar

Terkembang (1936), adapun roman yang berjudul Anak Perawan Disarang Penyamun (1941)

ditulisnya lebih dahulu dari pada Layar Terkembang dimuat sebagai Feulilleton dan majalah Pandji

Tiga puluh tahun kemudian Sutan Takdir Alisjahbana menulis roman yang berjudul Grotta Azzurra

(Gua Biru). Layar Terkembang merupakan roman Takdir yang terpenting., yang terbit pada tahun tiga

puluhan merupakan salah satu karya terpenting pula dari para pujangga baru .Sebagai penulis roman,

Takdir terkenal sebagai penulis esai dan sebagai pembina Bahasa Indonesia. Oleh Ir. S. Udin ia

pernah disebut sebagai “insinyur bahasa Indonesia”.

Atas inisiatif Takdir melalui pujangga baru-lah maka pada tahun 1938 di Solo diselenggarakan

Kongres Bahasa Indonesia yang pertama. Sehabis perang Takdir pernah menerbitkan dan memimpin

majalah Pembina Bahasa Indonesia ( 1947-1952 ). Dalam majalah itu dimuat segala hal-ihwal

perkembangan dan masalah bahasa Indonesia. Tulisan yang berkenaan dengan bahasa kemudian

diterbitkan dengan judul Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia ( 1957 ).

Takdir juga menulis sajak-sajak salah satunya yang mengenangkan pada kematian isterinya yaitu

berjudul Tebaran Mega ( 1936 ).Esai-esai Takdir tentang sastra banyak juga antara lain “Puisi

Indonesia Zaman Baru”. Kesusastraan di zaman Pembangunan Bangsa (1938), “Kedudukan

Perempuan dalam Kesusastraan Timur Baru (1941)”, dan lain-lain. Ia pun menyusun dua serangkai

bungarampai Puisi Lama (1941).Dan Puisi Baru (1946) dengan kata pengantar yang menekankan

pendapatnya bahwa sastra merupakan pancaran masyarakatnya masing-masing.

Organisator pujangga baru adalah Armijn Pane. Tahun 1933 ia bersama Takdir dan kawan

sekolahnya, Amir Hamzah, menerbitkan majalah Poedjangga Baroe. Armin terkenal sebagai

pengarang roman Belenggu (1940). Roman ini mendapat reaksi yang hebat, baik dari yang pro

maupun yang kontra terhadapnya.Yang pro menyokongnya sebagai hasil sastra yang berani dan yang

kontra menyebutnya sebagai sebuah karya cabul yang terlalu banyak melukiskan kehidupan nyata

yang selama itu disembunyikan dibelakang dinding-dinding kesopanan.

Belenggu ialah sebuah roman yang menarik karena yang dilukiskan bukanlah gerak-gerak lahir tokoh-

tokohnya,tetapi gerak-gerak batinnya.

Arminj pane sebagai pengarang dalam roman yang berjudul Belenggu ini tidak menyelesaikan

ceritanya sebagai kebiasaan-kebiasaan para pengarang sebelumnya, melainkan membiarkannya

diselesaikan oleh para pembaca sesuai dengan angan masing-masing. Sebelum menulis roman Armijn

Pane banyak menulis cerpen, sajak, esai dan sandiwara. Cerpennya “Barang Tiada Berharga”. Dan

sandiwaranya “Lukisan Masa” merupakan prototif buat romannya Belenggu.

Cerpen-cerpennya bersama dengan yang ditulisnya sesudah perang kemudian dikumpulkan dengan

judul Kisah Antara Manusia (1953). Sedang sandiwara-sandiwaranya dikumpulkan dengan judul

Jinak-jinak Merpati (1954). Sajak-sajaknya dengan judul Jiwa Berjiwa diterbitkan sebagai nomor

istimewa majalah Poedjangga Baroe (1939). Dan sajak-sajaknya tersebar kemudian dikumpulkan juga

dan terbit dibawah judul Gamelan Jiwa (1960). Ia pun banyak pula penulis esai tentang sastra yang

masih tersebar dalam berbagai majalah, belum dibukukan. Dalam bahasa Belanda, Armijn menulis

Kort Overzicht van de modern Indonesische Literatuur (1949).

Gaya bahasa Armijn sangat bebas dari struktur bahasa Melayu. Dalam karangan-karangannya ia pun

lebih banyak melukiskan gerak kejiwaan tokoh-tokohnya daripada gerak lahirnya. Inilah terutama

yang membedakan Armijn dengan pengarang lainnya.

Amir Hamzah (1911-1946)

Amir Hamzah termasuk salah satu penyair religius (keagamaan). Ia menulis prosa, baik berupa esai,

kritik maupun sketsa.

Ia adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum di Jawa. Aktif dalam kegiatan-kegiatan kebangsaan

dan bersama Sultan Takdir dan Armijn Pane mendirikan majalah Pujangga Baru.

Keturunan bangsawan langkat di Sumatra Timur. Ini menghasilkan karya yang tidak sedikit,

- Sekumpulan sajak berjudul Nyanyi Sunyi (1937)

- Buah Rindu (1941)

- Setanggi Timur (1939)

Ciri khas puisi Amir Hamzah :

1. Ia banyak mempergunakan kata-kata lama yang diambilnya dari khasanah bahasa melayu dan kawi.

2. Kata-kata yang dijemputnya dari bahasa daerah, terutama bahasa-bahasa Melayu, Jawa, Sunda.

Isi sajak Amir Hamzah kebanyakan bernada kerinduan, penuh ratap kesedihan. Tetapi isi puisinya

tidak hanya menimbulkan kesedihan, rasa sunyi dan pasrah diri tapi ia juga menekankan pada

J. E. Tatengkeng

J. E. Tatengkeng juga termasuk salah seorang penyair religius sama halnya seperti Amir Hamzah.

Hanya saja yang membedakan adalah Amir beragama Islam sedangkan J. E. Tangkeng beragama

Kristen. Ia juga menulis prosa, baik berupa esai, kritik maupun sketsa.

Penyair kelahiran Sangihe ini menulis sebuah buku yang berjudul Rindu Dendam. Puisi pertamanya

berjudul Anakku dan masih banyak lagi buah tangannya yang masih berserakan dalam berbagai

majalah, terutama dalam majalah Poedjangga Baroe. Sajak, kritik-kritik, esai-esainya sangat penting

terutama karena sifatnya yang tegas dan jujur. Bahasa yang digunakan bukanlah bahasa yang baik

menurut norma-norma bahasa Melayu Riau.Struktur puisinya bebas dari pengaruh pantun dan syair

atau bentuk-bentuk puisi melayu lama lainnya. Asmara Hadi

DAN PENYAIR-PENYAIR PUJANGGA BARU YANG LAIN

Sesungguhnya banyak penyair yang menulis sajak yang jumlahnya lebih dari cukup untuk dibukukan.

Tetapi tidak mereka lakukan.

Salah seorang diantara mereka adalah Asmara Hadi yang sering mempergunakan nama samaran H.R.

atau Ipih, A. M. Daeng Myala (A.M. Thahir), Mozasa (Muhammad Zain Saidi) , M.R. Dajoh dan lain-

a. Asmara Hadi

Sajak-sajaknya penuh romantik dan kesedihan dan dalam sebagian sajaknya lagi terasa semangat

perjuangan yang penuh keyakinan. Hal ini di ilhami luka jiwa yang disebabkan oleh kematian

cintanya; seperti pada puisi ‘Kusangka Dulu‘, ‘Kuingat Padamu’

b. A. M. Thahir (A.M. Dg. Myala)

Sajak-sajaknya dimuat dalam ‘Pandji Poestaka’ majalah Indonesia dan lain-lain. Pada sajaknya ada

kecendrungan kepada pelukisan kehidupan sehari-hari kaum buruh, misalnya dalam sajaknya yang

berjudul ‘Buruh’.

Ia juga menaruh minat pada pelukisan kehidupan si kecil. Karyanya antara lain: ‘Syair Untuk A. S. I.

B. (1935) dalam bahasa Belanda yang kemudian diterjemahkan lagi kedalam bahasa Indonesia.

d. Moehammad Zain Saidi (Mozasa)

Sajak-sajaknya hanya melukiskan kegembiraan menghadapi alam. Sajaknya sederhana namun

didasari rasa cinta yang mesra, seperti dalam puisi yang berjudul: ‘Dikaki Gunung’.

e. A. Rivai (Yogi)

Pada tahun 1930 ia mengumumkan sekumpulan sajak dengan judul Gubahan dalam Sri Poestaka.

Kumpulan sajaknya yang kedua berjudul ‘Puspa Aneka’ diterbitkanya sendiri yaitu pada tahun 1931.

Dari sajak-sajaknya akan tampak bahwa ia gemar akan teosofi dan terpengaruh oleh ajaran

Kecuali para penyair yang sudah disebut tadi dalam Poedjangga Baroe kita saksikan munculnya para

penyair seperti Aoh K. Hadimadja, M. Taslim ‘Ali’ Bahrun Rangkuti, Maria Amin dan lain-lain yang

perananya akan lebih penting pada kurun masa yang lebih kemudian.

3. Para Pengarang Balai Pustaka

a. Nur Sutan Iskandar

Lahir di Maninjau 1893. Ia seorang pengarang Balai Pustaka dalam arti sesungguhnya.Roman

pertamanya berjudul: Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (1922) diterbitkan oleh swasta, yang

kedua Cinta yang Membawa Maut (1926), kemudian bukunya yang menarik adalah Salah Pilih (1928)

dan beberapa lagi adalah: Karena Mertua (1932), Tuba dibalas dengan Susu(1933), Hulu Balang Raja

(1940 yang terpenting merupakan sebuah roman sejarah yang dikerjakan berdasarkan disertasi H.

Kroekampde Westkust en Minang Kabau (1665-1668), Pantai Minang Kabau 91668 terbit 19310,

Katak Hendak Jadi Lembu (1935) yang berlaku dikalangan priyayi sunda di Sumedang, roman ini

gagal diceritakan karena ia tidak mengenal adat Sunda. Neraka Dunia (1937).

Karangan Nur Sutan Iskandar yang perlu disebut juga disini adalah Pengalaman Masa Kecil (1949)

dan Ujian Masa (1952), yang keduanya merupakan kenangan otobiografis. Pengalaman masa kecil

menarik hati yang melukiskan pengalaman-pengalaman sampai ia berusia 15 tahun, ketika ia mulai

mengajar di sekolah desa tahun 1908. Ujian Masa lebih merupakan catatan-catatan tentang peristiwa

politik yang terjadi di Indonesia sejak aksi meliter Belanda pertama sampai awal 1948.

b. I Gusti Njoman Panji Tisna

Ni Rawit Ceti Penjual Orang yang melukiskan kebengisan masyarakat Feodal di Bali. Roman pertama

yang dikarang putera bali dalam bahasa Indonesia. Roman keduanya adalah Sukreni Gadis Bali

(1936) yang melahirkan kehidupan masyarakat bali yang keras dan kejam, roman ini mendapatkan

kritikan yang tidak setuju kepada beberapa kepercayaan masyarakat Bali.

BEBERAPA PENGARANG LAIN:

Tulis Sutan Sati menerbitkan buku sajak 1928, sebuah roman yang pertama adalah Sengsara

Membawa Nikmat, kemudian menterjemahkan Kaba’ Sabai Nan Aluih (1929) yang ditulis oleh M.

Thaib Gelar St Pamuntjak dari bahasa Minangkabau kebahasa Indonesia.

Dua buah Syair Siti Marhumah yang Saleh (1930) dan Syair Rosina. Paulus Supit pengarang Menado

mengarang roman yang berjudul Kasih Ibu (1932). Aman Dt. Madjoindo lahir 1896 di Solok terkenal

sebagai pengarang anak-anak roman antara lain berjudul Menebus Dosa (1932) dan Si cebol

Rindukan Bulan (1934). Dan beberapa syair diantaranya: Si Banso, Gul Bakawali. Suman Hasibuan

atau Suman Hs. Lahir di Bengkalis 1904. Terkenal gaya bahasanya yang lincah dan ringan. Cerita-

ceritanya mirip detektif diantaranya Kasih Tak Terlarai(1929), Percobaan Setia (1931) dan Mencahari

Pencuri Anak Perawan (1932). Habib St Maharadja berjudul ‘Nasib’ yang mengisahkan tentang

seorang pemuda Minang Kabau yang mengembara ke Eropa dan menikah dengan gadis Belanda.

4. Para Pengarang Wanita

Para pengarang wanita Indonesia jumlahnya tidak banyak. Pada masa sebelum perang, yang paling

dikenal dan paling penting ialah Selasih atau Seleguri. Keduanya nama samaran Sariamin (lahir di

Tulu, sumatera Utara, tahun 1909) yang menulis dua buah roman dan sajak-sajak. Kedua buah roman

itu ialah Kalau Tak Untung (1933) dan Pengaruh Keadaan (1937). Sajak-sajaknya banyak dimuat

dalam majalah Poedjangga baroe dan Pandji Poestaka.

Pengarang wanita lain yang juga pengarang roman ialah hamidah yang konon merupakan nama

samaran Fatimah H. Delais (1914-1953) yang pernah namanya tercantum sebagai pembantu majalah

Poedjangga Baroe dari Palembang. Roman yang ditulisnya hanya sebuah, berjudul Kehilangan

Mestika (1935) yang diceritakan dalam roman itu ialah kemalangan dan penderitaan pelakunya.

Seorang gadis yang mula-mula kehilangan ayah dan kehilangan kekasih berturut-turut.

Adli Affandi dan Sa’adah Alim (1898-1968) masing-masing menulis sebuah sandiwara, masing-

masing berjudul Gadis Modern (1941) dan Pembalasannya (1941). Sa’adah Alim disamping itu juga

menulis sejumlah cerpen yang kemudian dibukukan dengan judul Taman Penghibur Hati (1941). Ia

pun menterjemahkan Angin Timur Angin Barat buah tangan pengarang wanita berkebangsaan

Amerika yang pernah mendapat hadiah Nobel 1938, ialah Pearl S. Buck (lahir 1892).

Pada saat menjelang Jepang datang, muncul pula Mario Amin (dilahirkan di Bengkulu Tahun 1920).

Menulis sajak-sajak dalam majalah Poedjangga Baroe, tetapi peranannya lebih berarti pada masa

Jepang ketika ia menulis dan mengumpulkan beberapa prosa lirik yang simbolistis.

5. Cerita Pendek

Dalam majalah Pandji Poestaka dan lain-lain tahun kedua puluhan sudah mulai dimuat kisah-kisah

yang sifatnya lelucon-hiburan, seperti Si Kabayan, Si Lebai malang, Jaka Dolok dan lain-lain.

Pada tahun 1936 atas usaha Balai Pustaka, cerita-cerita lucu yang ditulis oleh M. Kasim yang

sebelumnya bertebaran dalam Pandji Poestaka, di bukukan dengan judul Teman Duduk.

M. Kasim ialah seorang guru yang telah menulis sejak tahun 1922, yaitu dengan romannya yang

pertama berjudul Muda Taruna. Pada tahun 1924 ia menang sayembara mengarang yang

diselenggarakan oleh Balai Pustaka, dengan naskah Pemandangan Dalam Dunia Kanak-Kanak (SI

Amin) sebuah cerita kanak-kanak.

Berbagai-bagai saat dalam kehidupan manusia sehari-hari dijadikan bahan tulisan lucunya: beberapa

lelucon lebaran dikumpulkannya dengan judul “Gurau Senda di I Sawal” dan yang lainnya seperti “

Bual di Kedai Kopi”, “Bertengkar Berisik”, dan lain-lain.dan hanya “Cara Chicago” lah yang tidak

berupa lelucon.

Tidak banyak berbeda dengan cerpen-cerpen M. Kasim ialah cerpen-cerpen Suman Hs. Kemudian

dikumpulkan dengan kata pengantar oleh Sutan Takdir Alisjahbana yang ketika itu menjadi redaktur

Balai Pustaka. Kumpulan itu diberi judul Kawan Bergulat (1938) judul ini tidak banyak beda dengan

judul kumpulan Cerpen M. Kasim: Maksudnya Hendaknya menunjuk isi buku tersebut hanyalah

sekedar bahan bacaan senggang. Tetapi kalau dibandingkan gaya bahasanya, bahasa Suman lebih

jernih. Hanya terasa pada bewberapa ceritanya, Suman memberikan kritik juga pada sifat-sifat

manusia, misalnya dalam “Pandai Jatuh” menyindir orang yang suka sombong dalam “Fatwa

membawa Kecewa” menyindir Orang yang menyebut dirinya alim dan suka memberi fatwa supaya

orang suka bersedekah tetapi ia sendiri serakah. Dalam “Kelekar Si Bigor” menyindir orang yang sok

sekolah tetapi akalnya dapat dikalahkan oleh orang yang buta huruf.

Kesedihan sebagai motif penulisan cerpen, menjadi bahan yang produktif buat Haji Abdul Karim

Amrullah yang lebih dikenal sebagai Hamka (lahir Februari 1908 di Maninjau). Seperti yang

dikumpulkan dalam”Didalam Lembah Kehidupan” (1941). Berlainan dengan M. Kasim dan Suman

Hs. Hamka mempergunakan cerpen bukan sebagai hiburan tetapi sebagai usaha untuk menggugah

rasa sedih para pembaca. Adapun karya-karya Hamka adalah “kumpulan Air Mata, kesedihan dan

rintihan yang diderita oleh golongan manusia diatas dunia ini dan Inyik Utih”.

Demikian pula cerpen-cerpen Sa’adah Alim yang dikumpulkan dengan judul Taman Penghibur Hati

(1941) dan yang diberinya keterangan “beberapa cerita pergaulan” tidak berhasil sebagai cerpen. Ada

semacam prasangka dan ketakutan kepada “Barat” yang menyebabkan pengarangnya mempertahan

tradisi dan keras kepala. Pada kenyataan saat Sa’adah Alim menulis cerpen-cerpen itu sebenarnya

kaum muda sudah menang. Maka prasangka semacam itu terasa aneh. Tetapi kalau diingat dia berasal

Kabau dengan system kemasyarakatannya matrilineal maka hal itu dapat dipahami juga.

Yang menulis cerpen-cerpen yang sungguh dan lebih ditinjau dari segi sastra ialah Armijn Pane.

Cerpennya banyak dimuat dalam majalah poedjangga Baroe. Diantaranya “Barang Tiada Harga”

cerpen ini kemudian menjadi dasar romannya Belenggu.Dan dalam cerpennya ”Tujuan Hidup” ia

melukiskan kesepian hidup seorang gadis yang menjadi guru yang memilih hidup sendiri. Dalam

cerpen “Lupa” ia melukiskan kehidupan kaum politikus yang karena tak dapat memperjuangkan cita-

cita mereka oleh berbagai tekanan pemerintah lalu menghabiskan waktu mereka ditempat-tempat

Pada masa sesudah perang cerpen-cerpen yang ditulisnya sebelum perang ditambah dengan cerpen-

cerpen yang ditulisnya kemudian, dikumpulkan dan diterbitkan dengan judul kisah antara manusia

(1953). Kalau “Barang Tiada Berharga” merupakan prototif bagi roman Belenggu yang ditulis

Armijn. Maka kita pun menemukan prototif Layar Terkembang dalam cerpen “Mega Mendung” yang

ditulis Takdir beberapa waktu sebelum roman itu terbit.Cerpen itu dimuat dalam majalah Pandji

Dalam bidang penulisan Drama kita hanya menyaksikan beberapa orang saja pengarang yang rata-rata

menulis lebih dari satu drama.

Roestam Effendi menulis drama dalam bahasa Indonesia yang merupakan sebuah drama sajak

Bebasari (1924). Muhammad Yamin menulis Kalau Dewi Tara sudah Berkata…..(1932) juga Ken

Arok dan Ken Dedes (1934) dimana keduanya merupakan drama berdasarkan sejarah Jawa.

Sanusi pane menulis kertajaya dan Sandhyakala Ning Majapahit yang diambil dari sejarah Jawa,

drama yang ditulisnya dlam bahasa Belanda juga mempunyai latar belakang kebesaran sejarah Jawa

yaitu Air Langga dan Eenzame Gaoedavlucht.

Kegemaran para pengarang kita pada masa itu melukiasakn kebesaran sejarah, mungkin disebabkan

oleh karena kerinduan akan kebesaran diri sendiri.

Umunya drama-drama itu berbentuk closet drama, yaitu drama untuk dibaca, bukan untuk

dipentaskan. Didalamnya kurang sekali gerak dan aksi ataupun pertunjukan watak melainkan banyak

sekali percakapan. Namun rata-rata drama-drama tersebut pernah juga di pertunukan diatas panggung.

Biasanya apabila ada kesempatan peringatan-peringatan atau kongers-kongres. Dalam roman Layar

Terkembang, Takdir melukiskan bahwa dalam Kongres perikatan Perkumpulan Perempuan yang

dihadiri oleh Tuti, dipertunjukan drama Sanusi Pane Sandhyakala ning Majapahit. Kesemapatan itu

digunakan Takdir Alisjabana untuk mengkeritik dan mengemukakan pendapat tentang drama itu

melalui tokoh-tokoh romanya.

Sanusi Pane yang mengambil tempat peistiwa terjadinya di India Manusia Baru (1940), juga

merupakan closet drama. Drama ini seperti drama-drama lain sangat idealistis dan merupakan wadah

si pengarang dalam mengemukakan cita-citanya mengenai Timur dan Barat permainan watak,

dramatis dan lukisan-lukisan sisinya kurang mendapa perhatian.

Armijin Pane banyak menulis drama pada masa sebelum perang. Drama-dramanya banyak

mengambil latar belakang kenyataan hidup jamanya. Berdasarkan cerpenya Barang Tiada Berharga” ,

juga melukiskan kehidupan jamannya sendiri. Akan tetapi bukan berarti ia tidak menulis drama

berdasarkan peristiwa masa silam. Dari roman I Gusti Njoman Pandji Tisna, ia membuat drama ‘I

Swasta setahun di Bedahulu’ dan berdasarkan sebuah cerita M.A. Salman dalam bahasa Sunda ia pun

setting masa silam.

Setelah perang drama-drama Armijn Pane itu kemudian dikumpulkan dan di terbitkan dengan jdudul

Jinak-jinak Merpati (1953).

Menjelang Jepang datang, terbit pula Balai Pustaka dua buah buku drama tangan Sa’adah Alim yang

berjudul. Pembalasannya (1940) dan buah tangan Adin Affandi. Yang berjudul Gadis Modern (1941).

Keduanya meupakan komedi yang mengejek orang-orang intelek.

7. Roman-roman dari Medan danSurabaya

Di luar lingkungan pujangga baru dan Balai Pustaka, ada juga penerbitan-penerbitan sastra, baik prosa

berupa roman maupun puisi berupa kumpulan sajak. Dlam lapangan penerbitan roman, untuk tidak

menyebutnkan peneribitan roman-roman picisan, kita melihat roman-roman buah tangan hamka yang

tadi sudah pernah kita singgung dalam hubungan penulis cerpen.

Hamka ialah putra Haji Abdul Karim Amrullah, seoran ulama pembaharu Islam yang terkemuka di

Sumatera Barat yang pernah mendapat gelar kehormatan dari Universitas Al-Zahar di Kairo, Mesir.

karena itu, meskuipun Hamka sekolahnya hanya sampai kelas II Sekolah Dsasar saja, namun ia

mendapat pendidikan agama dan bahasa Arab yang luas dari Sumatra Thawalib, Parabek (Bukittinggi)

dan dari ayahnya. Tahun 1927 Hamka pergi ke Jawa dan belajar lebih lanjut kepada H.O.S.

Tjokroaminoto, seorang pemimpin Islam terkemuka di Surabaya. Tahun 1927 ia pergi naik haji ke

Mekah dan sepulangnya dari sana ia menjadi guru agama di padang dan turut pula memimpin

pergerakan Muahammadijah di sana. Dari sana ia pindah ke medan dan aktif dalam jurnalistik. Ia

menulis roman yang mula-mula dimuat sebagai feuilleton dalam majalah yang dipimpinnya. Bahwa

seorng ulama menulis roman sangatlah aneh pada saat itu, sehingga timbul heboh. Hal itu

menimbulkan pertikaian di kalangan umat Islam sendiri, ada yang pro dan ada yang kontra.

Roman Hamka yang petama berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938), mengishkan cinta tak

samapi antara dua kekasih yang terhalang oleh adat. Yang membedakan roamn ini dengan

kebanyakan roaman adat yang lain ialah karena pengaranya membawa pelakunya ke Mekah dekat

Ka’bah. Juga romannya yang kedua Tenggelamnya kapal van der Wijck (1939) mengisahkan cinta tak

sampai yang dihalangi oleh adat Minagkabau yang terkenal kukuh itu pula. Dalam roman ini

diceritakan tentang Zainuddin seorang anak dari perkawinan cmpuran Minang dengan Makasar tak

berhasil mempersunting gadis idamannya karena rapt nidik-mamak tdiak setuju dan menganggap

Zainuddin tidak sebagai manusia penuh. Zainuddin kemudian menjadi pengarang dan dalam suatu

kecelakaan gadis kecintaanya meninggal dlam kapal yang ditumpanginya. Roman ini menimbulkan

heboh pada tahun 1962, kerena ada orang yang menyebutnya roman ini sebagai hasil curian (plagiat).

Roman ini disebut sebagai curian dari sebuah karangan pengarang Perancis Alphonse Karr yang

penuh disadur ke dalam Bahasa Arab oleh Mustaffa Luthfi Al-Manfaluthi (1876-1924) sorang

pujangga Arab-Mesir yang sangat dikagumi Hamka. Karanga Jean Bapitiste Alphonse Karr (1808-

1890) yang dlalm bahsa Perancisnya berjudul Sous les Tilleules (Di bawah naungan pohon Tila)

(1832) Madjulin. Madjdulin ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahsas Indonesia oleh A.S Alatas

berjudul Magdalena (963).

Kecuali kedua roman itu, Hamka pun menulis pula Karena Fitnah (1938), Tuan Direktur (1939) dan

Merantau ke Deli (1939).yang teakhir merupakan suatu kritik pula terhadap adat Minangkabau yang

tidak segan-segan merusak kedamaian rumah tangga yang bahagia, karena si suami (orang Mingan)

belum menikah secara adat, yaitu menikah dengan seoanrang Minangkabau, sehingga

diceraikannyalah istri asal Jawa yang telah hidup bersama membangun rumah tangga bahagia.

Sehabis perang Hamka sempat menulis cerita. Tahun 1950 ia menulis Menunggu Beduk Berbunyi dan

sebelum itu menulis Dijemput Mamaknya (1948?). riwayat hidupnya sendiri ditulisnya dalam empat

jilid dengan judul Kenang-kenangan Hidup (1951-1952). Beberapa cerpennya dimasukkan pula ke

dalam Di dalam Lembah Kehidupan.

Pengarang lain di Medan antara lain Matu Mona, namna samaran Hasbullah Parinduri (lahir tahun

1920 di Medan). Dan ia menulis roman berlatar peristiwa sejarah, berjudul Zamnan Gemilang (1939).

Dan buku-bukunya yang lain adalah Ja Umenek Jadi-jadian, Rol Pacar Merah Indonesia, Spionage

Dienst dan lain-lain

Sebuah roman yang dikarang oleh Iman Supardi berjudul Kintamani (1932) yang mengisahkan

percintaan seorang pelukis Jawa dengan seorang gadis Bali. Ia seorang wartawan yang aktif di

8. Pengarang Sumatra

Melalui usaha penyairnya sendiri dan penerbit–penerbit swasta kecil-kecilan di sumatra maka terbit

beberapa buah kumpulan sajak yaitu Puspa Aneka buah tangan Yogi. Ali Hasjmy, Surapaty, Samadi,

Bandaharo dan lain-lain.

Hasjmy atau lebih dikenal dengan M. Alie Hajiem (lahir di Seulimeum Aceh tahun 1914) sajak-

sajaknya dimuat dalam majalah pujangga baru yaitu “Kisah Seorang Pengembara” (1936) memuat 35

buah sajak yang kebanyakan berbenmtuk soneta. Karyanya yang lain “Dewan Sajak” (1940) di bagi

dalam 7 bagian yang rata-rata setiap bagian pengarang mengungkapkan pengalaman-pengalamanya.

Kesukaran keindahan dan kegembiraan namun dengan cara yang datar karena tak ada penghayatan

hingga karya-karya beliau dinilai tidak bermutu tinggi.

Tapi sajak-sajak Surapaty lebih rendah mutunya dari pada karya-karya Hasjmy dan dinilai kurang

meyakinkan. Demikian juga sajak-sajak H.R. Bandaharo (lahir di Medan 1917) diantaranya “Sarinah

dan Aku” (1940). Kemudian sesudah masa pernag ia aktif dalam lembaga kebudayaan Rakyat (Lekra)

dan menerbitkan beberapa kumpulan sajak diantaranya “Dari Daerah Kehadiran Lapar dan Kasih

(1957) dan Dari Bumi Merah.

Lebih bernilai unik diperhatikan ialah kumpulan sajak Rifa’i ‘Ali (lahir di Padangpanjang tahun1909).

banyak menggali ilhamnya dari kehidupan dan Agama Islam, salah satu sajaknya berbunyi:

BASMALLAH

Dengan bismillah disambut bidan

Dengan bismillah berkafan badan

Dengan bismillah hidup dan mati

Dengan bismillah diangkat bakti

Selain Rifa’I ‘Ali penyair Islam lain adalah Or. Mandank (lahir di Kotapanjang, Suliki, 1-1- 1913).

Lewat karyanya Sebab Aku Terdiam … beliau menyindir ulama-ulama yang banyak memberi fatwa

sedangkan kelakuannya sendiri bertentangan dengan apa yang difatwakannya. karya-karya

Dr.Mandank yang lain ialah Pantun Orang Muda (1939).

Penyair terpenting yang menerbitkan sajaknya di Medan sebelum perang ialah Sumadi atau Anwar

Rasjid (lahir di Maninjau 18 –11-1918). Kumpulan sajak beliau yang berjudul Senandung Hidup

Tak ubahnya dengan para penyair masa itu, Samadi pun bersajak kepada tanah airnya yang disebutnya

dengan “Ibuku” dan sajaknya yang berjudul ‘Angkatan Baru’ ia sadar sebagai pemuda ia memiliki

peranan dan tugas menghadapi hari siang. Ia memandang dirinya sbagai Pengembara, kelana, Pedang

yang mengalami berbaga kemalangan.

Dasar keagamaan pada penyair ini tidak pernah lepas, ia senantiasa ingat akan Tuhan, ia sadar dan

kian ikhlas berjuang, katanya dalam sajaknya “Jangan Di kenang”. Sajak-sajaknya yang lain berjudul

Aku Kembali Kekasih …….’ Ia melukiskan pertemuannya kembali dengan Tuhan setelah ia

mengembara ke mana-mana merasa rindu dan “Selalu Sangsi Atas Cintamu”. Ia kemudian sadar,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengimbuhan: Imbuhan me- + KTSP

Sebelumnya, silakan jawab beberapa pertanyaan ini. Tentukan penulisan imbuhan me- yang tepat di antara kedua kata berikut! 1. mengkontrak atau mengontrak 2. mensejahterakan atau menyejahterakan 3. mempaku atau memaku 4. mentraktir atau menraktir 5. mengkonsolidasi atau mengonsolidasi 6. mempengaruhi atau memengaruhi 7. mempercayai atau memercayai 8. memperhatikan atau memerhatikan 9. mempertinggi atau memertinggi 10. mempunyai atau memunyai Dari kesepuluh jawaban tersebut, silakan hitung jawaban kamu yang benar. Jawaban yang tepat adalah 1. mengontrak 2. menyejahterakan 3. memaku 4. mentraktir 5. mengonsolidasi 6. memengaruhi 7. memercayai 8. memerhatikan 9. mempertinggi 10. mempunyai Jika jawaban kamu ada yang salah, silakan lanjutkan membaca tulisan ini karena saya akan memberikan beberapa petunjuk mengenai hal tersebut. Namun, jika benar semua, selamat, tandanya kamu sudah menguasai pengimbuhan me- sehingga tidak perlu memba...

Analisis Gerakan Feminisme Puisi "Surat Seorang Istri" Karya W.S.Rendra

W.S.Rendra adalah salah satu penulis terkenal Indonesia yang karyanya paling banyak disukai generasi zaman sekarang. Karyanya yang paling banyak adalah berupa puisi dan syair yang lebih mengisahkan kehidupan kaum wanita. Dalam sejarah hidup beliau, dia sudah mulai mengenal lawan jenis saat usia 11 tahun, dia punya banyak teman. Daya Tarik dari tingkah laku beliau sudah barang tentu memikat gadis-gadis. Memang beliau tampak sebagai anak yang gemar menggoda saat itu. Mungkin hal inilah yang menyebabkan karya-karyanya lebih mengisahkan kaum wanita. Salah satu karyanya yang terkenal dalam buku Puisi-Puisi Cinta adalah puisi yang berjudul “Surat Seorang Istri” yaitu pada halaman 32. Gerakan feminime dalam pusi Surat Seorang Istri karya W.S.Rendra adalah mengandung feminisme Liberal yaitu adanya kesetaraan hak dan kedudukan antara pria dan wanita yaitu pada bait ke-5 puisi yang berbunyi: Engkau memang rajawali, Abang ! Tabah dan mengagumkan ! Harus kulepas engkau terbang Bila ...

Afiks meN- dan peN-

A.     Afiks meN- Penggunaan meN- sebagai lambang awalan dapat diartikan bahwa bahasa Indonesia memiliki enam awalan, yaitu me-, men-, meny-, mem-,meng-, menge- (Arifin, 2009: 30). Fungsi dari afiks meN- sebagai pembentuk kata verba (kerja) transitif meskipun ada juga yang berbentuk intransitif. 1.        Prefiks meN- direalisasikan menjadi me- Dalam perubahan prefiks meN- menjadi me- terjadi pembatalan nasalisasi sehingga menjadi /meØ-/ peristiwa ini terjadi jika bentuk dasar yang mengikuti prefik meN- berfonem awal /m/, /n/, /l/, /r/, /w/, dan /ň(ny) (Ariyanto, 2010 :72). Contoh : Prefiks Fonem Awal Bentuk Dasar Realisasi Nasal dan Realisasi Fomem Awal Hasil Ubahan meN- /m/ = m Marah Musnah Maju /meØ-/ : →[mə- +m…]      me- +m… m→ m Memarahi Memusnahkan Memajukan meN- ...

Contoh Proposal KKN

Denpasar , 3 Agustus 2016 Nomor              : 00 2 /KKN.UNMAS/ VII /2015 Lampiran          :1 (satu) Gabung Perihal              :Permohonan Dana Kepada Yth. LPPM Universitas Mahasaraswati Denpasar         d i             Tempat Dengan hormat,             Dalam rangka merealisasikan program kerja mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Mahasaraswati Denpasar Angkatan XXXI X Periode I I di UNMAS dan sekitarnya dari tanggal 25 Juli 2014 s.d. 3 September 201 6 kami bermaksud untuk mengajukan permohonan dana.             Sehubungan dengan hal tersebut kami ajukan proposal permohonan dana ...

Ejaan Bahasa Indonesia

1.  Ejaan van Ophuysen (1901-1947) Charles Adrian van Ophuijsen (Ch. A. van Ophuysen) merupakan tokoh penting dalam tonggak bahasa Indonesia. Seperti yang udah gue sebutkan sebelumnya di atas, ejaan Ophuijsen lahir dari niat pemerintah kolonial Belanda untuk menengahi keberagaman variasi bahasa Melayu yang ada di Nusantara saat itu, sekaligus memudahkan Belanda menyebarkan kekuasaan di daerah kolonisasinya. Faktor Pemicu Hadirnya Ejaan van Ophuysen Dulu, bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal BI ditulis menggunakan huruf Jawi (Arab Melayu atau Arab gundul). Meskipun bahasa ini tetap hidup di masyarakat, para sarjana Belanda menilai bahasa Melayu tidak cocok menggunakan huruf Arab karena penulisan huruf vokal seperti e , i , o ditulis sama saja saat ingin menuliskan kata yang memiliki vocal a dan u . Bagi yang tinggal di daerah Riau dan pernah mendapatkan pelajaran Arab Melayu dari sekolahnya, mungkin ngerti nih  dengan apa yang gue maksud. Sebagai ilustrasi, cob...

Analisis Anafora dan Katafora Pada Wacana Berita "Misteri Tewasnya Ilmuwan NASA, Dibunuh Alien ?"

1.       Pendahuluan Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, pemikiran kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan yang disertai dengan unsur segmental dan nonsegmental. Menurut Kurniawan (1999:221) dalam Darma (2009:3) bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia sehingga dalam kenyataannya bahasa menjadi aspek penting dalam melakukan sosialisasi atau berinteraksi sosial. Dengan bahasa manusia dapat menyampaikan berbagai berita, pikiran, pengalaman, gagasan, pendapat, perasaan, keinginan dan lain-lain kepada orang lain. Bahasa meliputi tataran gramatikal yakni mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan wacana. Berdasarkan hierarkinya, wacana merupakan tataran bahasa terbesar, tertinggi dan terlengkap. Hal ini dikarenakan wacana dibentuk oleh paragraf-paragraf, yang dibentuk oleh kalimat-kalimat. Wacana yang baik adalah wacana yang memperhatikan hubungan anta...

Pantai Mbolata